Selasa, 07 Desember 2010

Maafkan aku Ayah Bunda


Maafkan aku Ayah Bunda
Goresan: Wiwing Suryani


Ayah, Bunda maafkan aku….
Ayah, Bunda aku pergi bukan tak mau izin dengan mu,,
Ayah Bunda, aku tau ini jalan yang salah atas sikap ku..
Maafkan aku Ayah Bunda tercinta.

Ku kan tetap jaga Amanah mu.
Mungkin karena salah ku,,
Allah tunjukkan kebesaranNya,
Akhirnya Ayah Bunda diberi petunjuk atas keberangkatan ku,
Gempa menimpa kota tempat ku menuntut ilmu,,,memberikan jawaban itu.

Ayah Bunda, air mata dalam do’a ku titipkan sebelum berangkat,
Agar redho dari Ayah Bunda dapat ku raih,
Karena ku tak ingin membebani lagi,
Aku tersadar, karena sudah saat nya aku mandiri.

Ayah Bunda, aku kan berbuat yang terbaik untuk mu,
Do’a tulus dari Ayah Bunda yang ku pinta,
Agar Perjalanan ku lebih bermanfaat.

Ayah Bunda , Aku pergi untuk sementara
Ayah Bunda, aku cari ilmu demi keselamatan dunia wal ‘akhirat,
Ayah Bunda maafkan aku,,masih jauh dari harapan mu
Ayah Bunda, tetap kan ku jaga Amanah mu.
Untuk meraih SUKSES yang Ayah Bunda harapkan.

Senin, 06 Desember 2010

siapa wali nagari sebenarnya??????


Siapa Wali Nagari Sebenarnya??????
Mungkin pertanyaan ini sering muncul!!!!…..???? ya benar adanya, inilah pertanyaan yang sering muncul didalam fikiran anggota HIMAPEMUPA, mungkin saja masyarakat muaro paiti.  Dimana saja menurut pengalaman yang sudah dialami penulis, tempat bertanya dalam sebuah lembaga atau instansi adalah kepada seorang ketua. Begitu jugalah kalau tempat bertanya jika disebuah pimpinan nagari adalah kepada wali nagari nya bukan kepada yang lain (selagi masih bisa pak wali dihubungi, manga pulo ka nan lain minta pandapat. Ketua kan lebih pas tampek batanyo ). Kenapa ketika kami hendak berbuat baik untuk kepentingan bersama semuanya jadi permasalahan??? Permasalahan yang kecil dibesar-besarkan. Kepada siapa kalian minta izin???? Ini pertanyaan yang muncul, ketika HIMAPEMUPA mengadakan kegiatan sosial kemanusiaan.
Wali nagari atau kepala desa lah  tempat kami minta izin. Kami bergerak dan berbuat juga setelah dapat izin dari pak wali, bukan ke sembarang orang saja kami minta izin. Karena kami tahu prosedur dan mekanisme izin di nagari awak (jan khawatir polu lai). Lalu, apa yang jadi permasalahan??? Oh, semua karyawan atau petugas kantor wali nagari tidak tahu…itu bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. Tapi sesuatu yang harus diperbaiki dalam mekanisme komunikasi petugas kantor wali nagari tentunya.bukan orang lain yang harus disalahkan, tapi bak kecek ulama: introveksilah diri sendiri. Jan salah kan urang lain, mano tau urang tu labiah elok dari pado awak. Jan sampai bakareh angok pulo surang. Karena kami lai tau pulo jo aturan nan dipakai nyo. Yang kami buat dan lakukan juga bukan kegiatan yang negative, tetapi bermanfaat bagi orang banyak yang lagi membutuhkan. Manga itu lo nan jadi masalah yang harus di obrak ambrik…iyo kan??
“Dek kami ketek baru baraja tantu banyak nan salah. Tapi tulah guno nyo kami baraja dan batanyo ka nan gadang”. Bukan manyalahkan, tapi tunjuakkan kami ka nan elok, nak yo bisa samo2 mambangun kampung awak.
“lihatlah apa yang dikatakan, bukan melihat siapa yang mengatakan”.
Itulah uangkapan yang cocok bagi kami (HIMAPEMUPA), dek mako itulah kami kalau kabuek acara minta pandapek ka urang nan kami tuo kan dikampuang..eh, berharap dapek nan dihati, tapi apo hasil nan ditarimo…Tapi,,,,Bialah yang jaleh awak babuek berdasarkan ilmu.
Creator:

Wiwing, Mhsw Pend.Geografi UNP


konservasi sumber daya lahan


MAKALAH


KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN






 










OLEH:

WIWING SURYANI
2006 /  73473





JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Semakin banyaknya permasalahan yang akan timbul, jika permasalahan yang sudah ada tidak kita carikan solusinya. Terutama dalam penggunaan tanah. Karena kita tahu bahwa tanah merupakan salah satu unsur penting dalam bidang pertanian. Jika dibandingkan dengan lahan yang selama ini telah menghasilkan berbagai macam hasil alam yang segar, sehat dan alami. Maka hal ini semua sangat jarang kita temui di daerah sekitar kita pada masa sekarang ini.
      Dengan demikian, maka hal ini sangatlah perlu untuk dibahas. Sehingga kita dapat memberikan yang terbaik untuk alam itu dan sendiri dan mencegah agar tidak terjadinya bencana alam.
      Dengan tulisan ini nantinya kita akan mencoba menerapkan teori-teori yang dianggap memberiakn solusi atas permasalahan yang ada terhadap sumber daya lahan yang dimiliki oleh bangsa indonesia. Sehingga kekayaan yang dimiliki bangsa dapat terealisasi dengan baik.
B.     Batasan Masalah
Adapun batasan masalahnya, yaitu:
1.      pengertian
2.      ruang lingkup konservasi
3.      konservasi sumber daya lahan




BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian
Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi lingkungan
fisik termasuk iklim, topografi / relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang
onservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981).
Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991).
Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992).
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

  1. Ruang Lingkup Konservasi
Sifat atau ciri-ciri sumber daya alam di Indonesia yang menonjol ada dua macam, yaitu penyebaran yang tidak merata dan sifat ketergantungan antara sumber daya alam. Sumber daya alam sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya menjadi dua golongan, yaitu sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih.
Sumber daya alam buatan adalah hasil pengembangan dari sumber daya alam hayati dan/atau sumber daya alam non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan/atau kemampuan daya dukungnya, antara lain hutan buatan, waduk, dan jenis unggul.

  1. Konservasi Sumber Daya Lahan
Mulai tahun 1970-an konservasi sumber daya alam di Indonesia berkembang dan memiliki suatu strategi yang bertujuan untuk:
a. Memelihara proses ekologi yang penting dan sistem penyangga kehidupan.
b. Menjamin keanekaragaman genetik.
c. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Peranan kawasan konservasi dalam pembangunan meliputi:
a. Penyelamat usaha pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
b. Pengembangan Ilmu Pendidikan.
c. Pengembangan kepariwisataan dan peningkatan devisa.
d. Pendukung pembangunan bidang pertanian.
e. Keseimbangan lingkungan alam.
f. Manfaat bagi manusia.
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan Strategi Konservasi Dunia kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meliputi kegiatan:
a. Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem penyangga kehidupan.
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.
Kawasan Suaka Alam terdiri dari:
a. Cagar Alam.
b. Suaka Margasatwa.
c. Hutan Wisata.
d. Daerah perlindungan Plasma Nutfah.
e. Daerah pengungsian satwa.
Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam kegiatan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi insitu) ataupun di luar kawasan (konservasi exsitu).
Konservasi insitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di habitat aslinya baik di hutan, di laut, di danau, di pantai, dan sebagainya. Konservasi exsitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di luar habitat aslinya.
Berdasarkan proses geologi, dan menurut para ahli biologi, Indonesia dibagi menjadi dua wilayah biogeografi, yaitu:
1. Wilayah Indo-Malaya, meliputi pulau-pulau di wilayah Indonesia Barat, yakni Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali yang terletak di Selat Sunda yang menyatu dengan benua Asia.
2. Wilayah Indo-Australia di wilayah timur yang meliputi pulau Irian dengan kepulauan Kei dan Aru di Selat Sahul yang berhubungan dengan benua Australia.
Berdasarkan wilayah biogeografi tersebut di atas, maka dalam kerangka prioritas usaha konservasi, Indonesia dibagi menjadi tujuh wilayah biogeografi utama, yaitu:
1. Sumatera dan sekitarnya.
2. Jawa dan Bali.
3. Kalimantan, termasuk Pulau Natuna dan Pulau Amambas.
4. Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya.
5. Nusa Tenggara, termasuk Wetar dan Tanimbar.
6. Maluku.
7. Irian Jaya, termasuk Kepulauan Kai dan Aru.
Indonesia dibagi ke dalam 3 ragam hayati, yaitu:
1. Irian Jaya dengan ciri kekayaan spesies tinggi dan endemisme tinggi.
2. Kalimantan dengan ciri kekayaan spesies tinggi tapi endemisme sedang.
3. Sulawesi dengan ciri kekayaan spesies sedang tetapi endemisme tinggi.
Klasifikasi Keanekaragaman Hayati
`Individu-individu suatu jenis yang menempati ruang yang sama dan pada waktu yang sama pula, membentuk suatu populasi. Populasi jenis dapat dibagi-bagi berdasarkan hambatan fisik (seperti pulau, gunung, danau, dan sebagainya) atau berdasarkan hambatan reproduksi dan genetika. Dengan demikian struktur populasi suatu jenis tidak lain adalah totalitas keterkaitan ekologi dan genetika antar individu-individu sebagai anggotanya dan kelompok-kelompok yang merupakan bagian jenis tersebut. Sehubungan dengan keanekaragaman genetika, dalam populasi suatu jenis organisme tidak ada satu individu pun yang penampilannya persis sama dengan individu lainnya.
 Keanekaragaman spesies merupakan konsep mengenai keanekaan makhluk hidup di muka bumi dan diukur dari jumlah total spesies di wilayah tertentu. Para ahli biologi memperkirakan jumlah spesies makhluk hidup di muka bumi bervariasi antara 5 juta sampai lebih dari 30 juta spesies, namun hanya 1,4 juta spesies yang telah dideskripsikan secara ilmiah. Ekosistem adalah suatu satuan lingkungan yang melibatkan unsur-unsur biotik dan faktor-faktor fisik serta kimia yang saling berinteraksi satu sama lainnya.
Tipe-tipe ekosistem di Indonesia:
1. Kelompok Ekosistem Bahari
2. Kelompok Ekosistem Darat Alami
3. Kelompok Ekosistem Suksesi
4. Kelompok Ekosistem Buatan.
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NON HAYATI
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Persoalan konservasi tanah dan air adalah kompleks dan memerlukan kerjasama yang erat antara berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu tanah, biologi, hidrologi, dan sebagainya.
 Pembahasan tentang konservasi tanah dan air ini selalu tidak akan terlepas dari pembahasan tentang siklus hidrologi. Siklus hidrologi ini meliputi proses-proses yang ada di dalam tanah, badan air, dan atmosfer, yang pada intinya terdapat dua proses yaitu evaporasi dan presipitasi yang dikendalikan oleh energi matahari.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dibatasi oleh batas alam (topografi) di mana aliran permukaan yang jatuh akan mengalir ke sungai-sungai kecil menuju ke sungai besar akhirnya mencapai danau atau laut. Pengelolaan DAS berupaya untuk menselaraskan dikotomi kepentingan ekonomi dan ekologi. Kepentingan ekonomi jangka pendek akan terancam bila kepentingan ekologi diabaikan. Sebaliknya gerakan perbaikan ekologi yang melibatkan masyarakat tidak akan terpelihara secara terus menerus tanpa memberi dampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk mencapai tujuan pengelolaan DAS diperlukan upaya pokok dengan sasaran:
a. Pengelolaan Lahan
b. Pengelolaan Air
c. Pengelolaan Vegetasi.
Erosi dan Metode Konservasi Tanah dan Air
Erosi merupakan proses pengikisan tanah yang kemudian diangkut dari suatu tempat ke tempat lain oleh tenaga seperti: air, gelombang atau arus laut, angin, dan gletser. Ada dua jenis utama erosi yaitu erosi normal/geologi dan erosi yang dipercepat.
Erosi normal yaitu proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami. Proses erosi ini berlangsung sangat lama dan proses ini yang menyebabkan kenampakan topografi yang terlihat sekarang ini, seperti: tebing, lembah, dan sebagainya.
 Sedangkan erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah akibat aktivitas manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Menurut bentuknya erosi dibedakan menjadi: erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor, dan erosi internal.             `Faktor-faktor utama yang mempengaruhi erosi adalah iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, tanah, dan manusia. Eischemeier (1976) mengembangkan persamaan rata-rata tahunan kehilangan tanah yaitu: A = R K L S C P, di mana A adalah banyaknya tanah yang tererosi, R adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, K adalah faktor erodibilitas tanah, L adalah faktor panjang lereng, S adalah faktor kecuraman lereng, C adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, dan P adalah faktor konservasi tanah. Beberapa metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu: (1) metode vegetatif, (2) metode mekanik, dan (3) metode kimia.
Konservasi Energi dan Sumber Daya Mineral
Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan energi supaya berkelanjutan antara lain adalah bagaimana mengatur penggunaan energi yang berkualitas, meminimumkan penggunaan energi untuk transportasi, dan mengubah energi secara efisien.
 Konservasi energi dapat dilakukan pada bidang-bidang transportasi, bangunan, dan industri. Jenis-jenis sumber daya mineral dapat digolongkan menurut kegunaannya yaitu menjadi sumber daya mineral logam dan non logam.
Sumber daya mineral logam dibagi menjadi:
1. logam yang berlimpah, contohnya besi dan aluminium.
2. logam yang jarang, contohnya tembaga dan seng.
Sumber daya mineral non logam dibagi menjadi:
1. mineral untuk bahan kimia pupuk buatan dan keperluan khusus, contohnya fosfat dan nitrat.
2. bahan bangunan, contohnya pasir dan asbes.
3. bahan bakar fosil, contohnya minyak bumi dan batu bara, dan
4. air, contohnya air sungai dan air tanah.
Ketentuan tentang pengelolaan sumber daya mineral diatur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Pada Pasal 3 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa bahan-bahan galian dibagi atas 3 golongan, yaitu: golongan A adalah bahan galian strategis, golongan B adalah bahan galian vital, dan golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan A dan B.
Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tersebut ditetapkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 Tahun 1969. Menurut ketentuan Pasal 1 PP tersebut dikatakan kuasa pertambangan untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian golongan A dan B diberikan oleh Menteri, sedangkan golongan C diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
KONSERVASI SUMBER DAYA BUATAN DAN CAGAR BUDAYA
Sumber daya buatan adalah hasil pengembangan buatan dari sumber daya alam hayati atau non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan atau kemampuan daya dukungnya. Pengertian tersebut di atas menggambarkan bahwa sumber daya buatan adalah sumber daya alam yang karena intervensi manusia telah berubah menjadi sumber daya buatan. Bentuk sumber daya buatan ini dapat dilihat pada kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, maupun kawasan cagar alam. Fungsi kawasan-kawasan tersebut dapat sebagai pelindung kelestarian lingkungan hidup, dibudidayakan, permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan manusia dan kesinambungan pembangunan.
Benda Cagar Budaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Benda Cagar Budaya, juga dapat berupa benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Benda Cagar Budaya berada dalam suatu lokasi yang disebut dengan situs, sedangkan situs berada dalam suatu kawasan yang disebut dengan kawasan cagar budaya. Bentuk benda cagar budaya dalam konteks lingkungan kota atau kawasan perkotaan dapat berupa satuan areal, satuan visual atau landscape, dan satuan fisik.
Konservasi Sumber Daya Buatan dan Cagar Budaya
Konservasi sumber daya buatan dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan yang mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi. Adapun kriteria konservasi sumber daya buatan dapat ditinjau dari estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan sejarah, memperkuat kawasan didekatnya, dan keistimewaan dari sumber daya buatan tersebut.
Strategi Konservasi Alam Indonesia
Strategi Konservasi Alam Indonesia sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (sekarang UU No. 23 Tahun 1997). Strategi konservasi sumber daya alam disusun dengan maksud untuk memberikan pedoman kepada para pengelolaan sumber daya alam dalam menggunakan sumber daya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain. Kewenangan lain yang dimaksud meliputi kebijaksanaan tentang antara lain pendayagunaan sumber daya alam serta konservasi. Kebijakan ini dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang Tugas Pemerintah yang berkaitan dengan konservasi sumber daya hayati
Strategi Konservasi Alam Dunia
Sasaran Strategi Konservasi Dunia adalah untuk mencapai tiga tujuan utama:
1. Menjaga berlangsungnya proses ekologis yang esensial.
2. Pengawetan keanekaragaman plasma nutfah.
3. Menjamin kelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Strategi Konservasi Alam Dunia meliputi:
1. Konservasi sumber daya hayati untuk pembangunan berkesinambungan.
2. Perlindungan Proses Ekologi yang terutama dan Sistem Penyangga Kehidupan.
3. Pengawetan Keanekaragaman Plasma nutfah.
4. Pemanfaatan Jenis dan Ekosistem secara lestari.
Kegiatan konservasi tanah dan air (KTA) di lokasi penelitian, dilakukan mengikuti alur seperti disajikan dalam Gambar 1.

Alur Pemilihan Teknik Pengendalian Erosi.
Ada 2 metode konservasi yang diterapkan di wilayah tersebut yaitu metode vegetatif dan metode mekanik.  Metode vegetatif yang dilakukan meliputi pembuatan hutan rakyat, pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD), dan pembuatan Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam (UP-UPSA).  Sementara itu dalam metode mekanik yang dilakukan adalah pembuatan teras bangku, pembuatan saluran pembuatan air (SPA), dan pembangunan pegendali jurang (gully-plug).  Uraian berikut menyajikan secara ringkas implementasi dari setiap metode tersebut.
Pembuatan Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat (bukan hutan alam) baik secara perorangan atau kelompok maupun suatu badan hukum dan berada di luar wilayah hutan negara serta terletak dalam satu kompleks atau lokasi (Duryat, 1979).
Melalui pembuatan hutan rakyat ini dimungkinkan untuk menerapkan diversifikasi pola penanaman dan cara pengolahannya, sehingga tidak bersifat kaku atau terbatas pada jenis tanaman dan pepohonan berkayu sebagaimana layaknya pembentukan tanaman hutan. Di hutan rakyat bisa dikembangkan pengaturan dan pemilihan jenis tanaman yang cocok untuk usaha konservasi, sehingga akan dapat mendorong peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.  Bibit untuk pembuatan hutan rakyat tidak hanya berasal dari pemerintah namun juga melalui swadaya masyarakat.  Jenis tanaman yang diusahakan terdiri dari sengon laut, jambu mete, sonokeling, dan akasia.
Pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD)
Kebun Bibit Desa (KBD) merupakan salah satu cara memperoleh bibit berkualitas sebagai upaya meningkatkan produktivitas dan sebagai salah satu cara penghijauan dan reboisasi. KBD pada dasarnya merupakan kebun pembibitan yang dikelola oleh kelompok tani dalam areal dampak unit percontohan pelestarian sumber daya alam.
KBD di Desa Rejosari dimulai sekitar 2000-an dengan luas areal 0,5 ha yang dikelola kelompok tani penghijauan Sido Mulyo Dusun Ngadipiro Kidul. Pada awal pembuatan KBD kegiatan dimulai dari persiapan (bulan Juni).  Total biaya yang dikeluarkan adalah Rp 2.048.000,-.Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan, dengan pengadaan bibit pada bulan Agustus sampai September berupa bibit jati unggul (50 kg), jati lokal (120 kg), Akasia (1 kg), sengon laut (1 kg), petai (10.000 biji) dan nangka (5.000 biji).  Bibit semuanya berasal dari Departemen Kehutanan Provinsi DIY.  Kegiatan selanjutnya pengadaan alat-alat semuanya merupakan bantuan dari pemerintah. Pelaksanaan ini juga dibarengi kegiatan pengolahan tanah (bulan Agustus-September), pembuatan bedengan dan saluran (bulan Juli-Aguatus), pengisian polybag dan penaburan benih (bulan Agustus-September). Total biaya yang diperlukan adalah Rp 8.306.250,-.
Tahap yang paling penting dari KBD ini adalah pemeliharaan. Fase pemeliharaan untuk bibit yang berbeda akan berbeda pula.  Sebagai contoh untuk sengon laut, akasia, pete dan nangka ditanam pada bulan Agustus dalam polybag kemudian disiram selama 3 bulan (Agustus-Oktober) kemudian didangir dan disulam, diikuti pemupukan dan pemberantasan hama dari Oktober-November.  Sehingga untuk jangka waktu ± 4 bulan bibit-bibit ini sudah siap disalurkan dan ditanam.
  Sedangkan untuk bibit jati baik unggul maupun lokal sedikit berbeda. Bibit jati tidak ditanam dalam polybag, namun langsung ditabur dalam tanah, sebelumnya tanah dicangkul dan diratakan kemidian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1 m dan panjang bervariatif dengan jarak tanam 10 cm x 20 cm.  Perlakuan sesudah ditanam sama seperti lainnya penyiraman, pendangiran, pemberantasan hama, serta penyulaman (± 4 bulan), dan sesudahnya siap disalurkan. Biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan Rp 900.000,-.
Pembuatan Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam (UP-UPSA)
Merupakan unit (petak percontohan) usahatani lahan kering dengan luas sekitar 10 ha di dalamnya dilaksanakan teknik-teknik rehabilitasi dan konservasi lahan dalam rangka pelestarian sumber daya alam, serta meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani.  Tujuan pembuatan UP UPSA adalah:
·        Merangsang masyarakat sekitar areal dan meingkatkan jumlah petani agar dapat mengusahakan tanah disertai usaha pengawetan serta intensifikasi pertanian yang memadai secara mandiri
·        Meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani
·        Mengurangi run-off dan erosi
Pada UP-UPSA terdapat praktek cara berusahatani dengan menerapkan usaha konservasi tanah dan air penanaman menurut kontur, pemilihan pola tanam yang tepat dan juga adanya intensifikasi pertanian berupa penggunaan varietas unggul yang spesifik lokalita.  Output yang paling diharapkan dari kegiatan ini adalah adanya transfer teknologi dari lokasi percontohan ke areal dampak di sekitarnya. Transfer teknologi tersebut diharapkan berjalan dengan sendirinya sebagai akibat proses interaksi dan mobilisasi petani sendiri yang tentu sangat bergantung dari kesadaran dan kemampuan petani serta tingkat teknologi yang diteerapkan.
 Dalam pelaksanaannya, plot demonstrasi dengan pola tanam secara terpadu di lahan kering harus disesuaikan dengan kondisi lahan seperti topografi dan tebal solum tanah, misalnya lahan dengan kemiringan > 50% untuk vegetasi kayu-kayuan yang bernilai ekonomis tinggi dan “disenangi” petani seperti jambu mete, jati, sengon laut dan akasia. Kemiringan 30-50% untuk tanaman kayu-kayuan 80% sisanya 20% untuk tanaman pangan atau pembuatan teras.
Melihat agroekosistem desa Rejosari dengan tingkat kemiringan lereng antara 15%-40% dan tebal solum tanah < 30 cm, UP UPSA merupakan salah satu alternatif usaha konservasi yang mempunyai peluang cukup baik. Pada kenyataannya, peaksanaan UP UPSA di Desa Rejosari belum berjalan secara baik karena kendala dana, kurangnya sosialisasi manfaat UP UPSA, dan kurangnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
Pembuatan Teras Bangku
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan adanya penyerapan air oleh tanah yang lebih besar. Bentuk teras yang dibuat disesuaikan dengan kemiringan lahan, jenis tanah, vegetasi, kondisi penggunaan lahan.  Dengan kemiringan lahan 15%-40% teras bangku merupakan jenis teras yang paling sesuai diterapkan. Teras bangku yang ada adalah jenis teras bangku datar, dengan tanaman penguat berupa ubi kayu, selain berfungsi sebagai tanaman penguat teras juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.  Teras bangku (Land Unit G) di desa Rejosari terbukti mampu mengurangi laju erosi dari sebelumnya sebesar 29,40 ton/ha/thn menjadi 7,90 ton/ha/thn (menurunkan faktor pengelolaan/CP dari 0,03 menjadi 0,008). Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras bangku adalah, tersingkapnya tanah sehingga menjadi tidak subur, untuk itu perlu adanya perbaikan lahan misalnya dengan pemupukan atau penanaman tanaman penguat teras yang mampu menyediakan unsur hara tambahan seperti kacang-kacangan (leguminose) yang mampu menyumbangkan unsur N, kemudian rumput gamal (Gliricida), lamtoro dan turi, yang juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Pembuatan teras bangku juga memerlukan tenaga kerja dan biaya yang lebih mahal dibandingkan metode konservasi vegetatif, sehingga pembuatan teras juga harus memperhatikan kemampuan finansial dan ketersediaan masyarakat lokal. Selain itu teras perlu dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti saluran teras, bangunan terjun sehingga teras berfungsi maksimal dalam mengurangi laju aliran permukaan dan erosi akibat energi kinetik curah hujan.
Pembuatan Saluran Pembuangan Air (SPA)
SPA dibuat searah lereng berfungsi untuk mengalirkan air dari saluran pengelak atau dari saluran teras ke sungai atau ke tempat penampungan air lainnya. SPA yang baik sebaiknya diperkuat dengan rumput atau batu pada dasar saluran untuk mengurangi laju aliran air dan sedimentasi.  SPA yang ada di Desa Rejosari sudah diperkuat dengan rumput meskipun pada beberapa teras belum dilengkapi SPA.
Bangunan Pengendali Jurang (Gully Plug)
Metode konservasi mekanis dengan gully plug bertujuan untuk mengurangi terjadinya erosi jurang akibat pengaruh kecuraman lereng dan kepekaan tanah.  Gully plug sebaiknya dilengkapi bronjong atau bangunan beton untuk mengurangi jumlah erosi dan seimentasi yang terangkut oleh air.  Gully  plug di Desa Rejosari masih sangat sederhana, terbuat dari tanah dan belum dilengkapi dengan bronjong kawat atau bangunan beton hanya diperkuat dengan rumput.
Dampak Potensial Kegiatan Konservasi Terhadap Pendapatan Petani
Dalam kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat, analisis dilakukan berdasarkan dampak potensial, artinya perhitungan dilakukan menggunakan proksi-proksi keberhasilan tanaman yang diusahakan dalam rangka melakukan konservasi tanah dan air dalam hutan rakyat.  Di lokasi penelitian tanaman yang digunakan dalam konservasi meliputi jambu mente, kayu akasia, jati,  sonokeling, dan mahoni.
Semua jenis komoditas tersebut secara agronomi dan ekonomi memenuhi beberapa persyaratan untuk usaha konservasi di lahan kering. Tanamannya cepat tumbuh pada berbagai lahan dan mempunyai kemampuan menghasilkan tunas baru bila dipangkas dan mampu memperbaiki kondisi tanah, bertajuk lebat dan dapat memberikan seresah yang banyak, dapat hidup di lahan kritis, mempunyai sistem perakaran dalam, sehingga mampu mengikat tanah dari longsor, batang yang kasar, dapat menurunkan kecepatan air, mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan khusus, tahan hama dan penyakit, ekonomis dan mampu berproduksi dalam jangka pendek.
Jika tidak dilakukan konservasi, tanah kering marjinal di lokasi desa ini tidak produktif sama sekali. Tidak ada orang yang mau mengambil resiko mengusahakan tanaman di lahan yang kering marjinal.  Dengan demikian petani di daerah ini tidak mendapatkan hasil apa-apa. Akan tetapi ketika dilakukan kegiatan konservasi dengan melakukan penanaman tanaman tahunan produktif seperti jambu mente dan jenis pohon kayu yang komersial, petani mendapatkan nilai tambah dari lahan tersebut.
Jambu mete misalnya, menghasilkan biji jambu mente yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kacang mete, buahnya untuk bahan pembuatan abon, sirup, dan pakan ternak.  Hasilnya tidak hanya dikonsumsi sendiri namun juga dipasarkan ke luar desa seperti Klaten, Solo, Sukoharjo.  Buah jambu mete basah dijual sekitar Rp 6000,- sampai Rp 7000,-/ kg, abon jambu mete mencapai Rp 30.000,-/kg. Hasil yang lain misalnya kayu, akasia dengan diameter 1 m, panjang 5 m berharga Rp 400.000,- sampai Rp 500.000,-/kubiknya.
Dengan demikian tidak dipungkiri lagi bahwa melakukan konservasi di lahan kering marjinal dapat menjadi alternatif sumber peningkatan pendapatan penduduk desa.











BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi lingkungan
fisik termasuk iklim, topografi / relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang
onservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981).
Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991).
Ekosistem adalah suatu satuan lingkungan yang melibatkan unsur-unsur biotik dan faktor-faktor fisik serta kimia yang saling berinteraksi satu sama lainnya.
Tipe-tipe ekosistem di Indonesia:
1. Kelompok Ekosistem Bahari
2. Kelompok Ekosistem Darat Alami
3. Kelompok Ekosistem Suksesi
      4. Kelompok Ekosistem Buatan

B.     SARAN
            Semoga tulisan ini memberikan banyak manfaat bagi seluruh pembaca dan mengurangi permasalahan yang terjadi di Indonesia terutama dalam bidang erosi. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA


http://ntb.litbang.deptan.go.id/2005/SP/usahakonservasi.doc